الجمعة، 28 ديسمبر 2012

Letakan kematianmu 5cm di depanmu


Celaka saya jika masih saja khufur dengan dosa-dosa
Celaka saya jika masih saja khilaf dengan maksiat
                                                   Celaka saya jika masih saja belum bertaubat. 




Sementara tiada yang dapat menjamin umur hidup saya dan menjamin cara kematian saya kelak.
Sementara tiada yang dapat menjamin malam ini bukan malam terkahir saya.
Sementara tiada yang dapat menjangka masih sanggupkan saya bertaubat sebelum kematian menjemput.

Letakan kematianmu 5cm di depanmu,
agar kau selalu was-was berbuat dosa,
agar kau selalu takut melakukan maksiat,

agar kau selalu membasahi mulutmu dengan istigfar, kala khilaf itu mendapatimu.

Celakalah saya ketika masih saja melangkahkan kaki jauh dari taubat,
Celakalah saya ketika masih saja memandang jauh dari insaf,
Celakalah saya ketika masih saja mengingat jauh dari kematian yang sejatinya begitu dekat, bahkan mungkin 5cm didepan saya.

Wajib Syukur dan Sabar

Ada dua moment sekaligus yang bikin hati ini kembang kempis karna miris ngeliatnya.
Begini ceritanya..
Jum'at, 28 Desember kemaren aku njenguk Simbah (yang dari alm. Bapak) di RSUD Sragen..
Seperti biasalah, rame dipadati orang2 yg juga njenguk ..

Dan seperti biasa juga, setelah salim sama Simbah *alhamdulillah, udah agak sembuh, aku ngobrol2 ringan bareng Budhe2 ku..
Di tengah obrolan, ada mantan tetanggaku bilang "lha anakku itu seminggu gonta-ganti pacar ngasi ping telu po ping pat"
Astaghfirullah, itu msh ada lanjutannya, tapi mandeg disitu aja udah bikin aku merinding..
Moral rusak kayak gitu kok bisa-bisanya dibanggain.. Naudzubillah

Ini lanjutannya, " lha wong pacar e kui yen gelem diamb*ng yo lanjut, yen ra yo putus jare"
Nah, apalagi yang ini.. Ini mah udah nggak punya kewarasan, ini juga nih yang namanya lelaki bej*t..
Ya Allah, alhamdulillah bangeet aku udah pindah dari lingkungan yang kayak gitu..

Itu moment pertama.. Yang kedua begini..
Disebelah Simbahku itu ada juga pasien, dia mas-mas, tapi setelah beberapa lama kemudian aku baru  sadar kalo kakinya diborgol..
Menurut pengakuan yang semalem jaga Simbahku, orang itu terlibat PEMBUNUHAN... Naudzubillah -..-

Dan yang lebih menggilanikan lagi, faktor orang itu terlibat kasus begituan karna rebutan cewek..Astaghfirullah, gilaa betuul sudah !!!

Dan lagi2 inilah yang begitu menohok jantungku untuk merenungi diri, kenapa aku yang lingkunganku sangat2 jauh dari hal-hal yang demikian sering lupa untuk bersyukur??

Yaa, syukur.. manusia memang jarang sekali bersyukur, tapi yang aku heran, Allah sebegitu masih pedulinya dengan kita, manusia..
Bahkan kalo Allah mau, Dia bisa bikin kita lupa hari ini..
Lupa nggak pakai baju atau jilbab, misalkan *iiewwh,haha

Ya allah, maafkan kami yang sangat2 sering lupa bersyukur, tapi juga sangat2 sering minta ini itu..:)))) 

Yang ketiga begini..
Ada lagi tetanggaku satunya bilang " zaman sekarang kalo nikah nggak pacaran dulu, gimanaa?? nanti lak koyo mas X kae, istri ne ternyata guaalaakk e koyo set*n"
Hadeeeh, pengen ketawa tapi pengen nasehatin juga sihh..

Akhirnya aku beranikan diri buat ngomong, "tapi kan itu semua ada solusi terbaiknya Bu', nggak melulu yang disalahkan sistem sebelum menikahnya kan??"
Beliau balik njawab *keliatan banget nggak mau kalah, "iyaaa, tapi akan lebih baik untuk tahu dulu seluk-beluk yang akan dinikahi to?"

Nah, ini kesempatanku menangkas "untuk bisa tahu seluk beluk itu apakah selalu dgn pacaran?? kalau suka sama suka yaa lebih baik tempuh jalan nikah langsung"
Dia tetep keukeuh -.- "tapi opo yo eneg to mbak, zaman saiki ra pacaran seg"
Aku *jugangeyel "ada, tapi seribusatu"

Haah, akhirnya dia diem juga..
Memang betul, da'wah itu nggak gampang, apalagi menghadapi orang2 macem ini..
Nggak bakalan ngerti deh, meskipun udah seribukali mencoba memahamkan..

Hari itu, kututup hariku dengan rasa (sangat ingin) ekstra sabar..
Pffttttt -...-

Galauku Hilang Semalam

Semua berawal dari kejadian malam itu..
kalau nggak salah malem Kamis kemaren, salah satu temen ku curhat malem-malem jam 12-an (yg pasti cwek, tp bukan mbak kunti :p)..

Aku bukannya mau cerita soal curhatan nya dia, tapi pengen nulis kesimpulan curhatannya dia, yang menurutku bikin aku setengah waras, dan nggak bisa tidur gara2 mikirin itu..
*ini bukan lebbay atau apalah, tapi ini sangat cetharrr, seriuuus bangett :D

Gini bunyi kalimat yg begitu tajam bagai godam menghujam jantungku..
"min, dia itu (cwo, red) maunya sama cewek yg musliiiimaaah banget, sedangkan aku??
trs dia itu pengen calon mertuanya tuu yang juga warga MTA, nah loo pie miin??"

Oh Allah, bener-bener kepikiran sama tulisan warna ijo itu..
Pikiran-pikiran bodoh yang terus aja nggondeli batinku
"lha terus kalo seumpama semua lelaki warga MTA syaratnya pada begitu,
aku gimana dong?? Orangtua ku kan bukan warga..
Sedangkan aku kan pengennya yaa sama warga..
Nggak nikah2 dong aku"

Huaaa, Ampuunn deeh, pikiran2 gila nan menyesatkan itu teruus aja mampir di otak..
Untuk membagi ketidakwarasan padaku itu (*ciie, SheilaGank :D ) aku sms beberapa teman, minta solusi sekaligus curhat..
Oh, my goodnes..ternyata begini rasanya GALAU.. sangat2 bisa bikin hati sempit, dunia pun ikut2an sempit..dan kamar juga ikut2an menyempit :D

Alhamdulillah, ada yang mbales, "memang min, untuk membangun sebuah keluarga, faktor sepaham itu memang perlu, tapi kan nggak semua lelaki syaratnya kyk gitu"
semua balasan nadanya sama..

Kucoba berfikir logis *memang og, wanita itu kalo lagi kayak gini keadaannya, susah diajak berpikir logis :D
aku merenung dan menerawang sebentar..
tiba2 hati kecil berbisik *hehehe
"min, tiap2 jiwa itu kan udah ada jodohnya masing2, udah jadi ketetapan malah siapa yg akan jadi jodohnya ntar.. Nah, Allah masak mau nggak nepatin janji sih"

Langsung aja aku ngomong sendiri #bukannglindurlho:p.. "he'em deng, knapa jadi gelap mata gini, Astaghfirullah"
Abis ituuu, udaah selesai galaunya, aku langsung tidur nyenyaaaak banget..

Haha, Alhamdulillah cuman semalam aja yaa galaunya..
Kalau bermalam-malam gawat banget buat kesehatan :D *masak nggak tidur malem terus, hehehe

الخميس، 27 ديسمبر 2012

Kisah Cinta Abul ‘Ash dengan Zainab Putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam

Dahulu di kota Makkah, terdapat seorang pemuda terhormat di kalangan suku Quraisy. Ia terkenal dengan harta kekayaan yang melimpah, mempunyai usaha perniagaan, dan terkenal sebagai pemuda jujur serta memegang amanat. Pemuda itu ialah Abul ‘Ash bin Rabi’.

Melihat kemuliaan pemuda ini, kekasih Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Khadijah binti Khuwailid berkeinginan menjodohkan putrinya, Zainab, dengan pemuda ini. Nabi Muhammad pun menyetujui keinginan istrinya tersebut. Apalagi, Abul ‘Ash bukan termasuk orang asing di sisi Nabi. Moyang Abul’ Ash bertemu dengan moyang Nabi pada Abdu Manaf. Demikian pula, garis darah Abul Ash dari jalur ibu bertemu dengan garis darah Zainab dari jalur ibu (Khadijah) pada Khuwailid.
Pernikahan pun dilangsungkan. Di hari yang indah itu, Khadijah memberikan kalung miliknya sebagai hadiah bagi putri terncintanya itu. Maka, Zainab pun berpindah tangan. Ia meninggalkan rumah ibu dan ayahnya menuju naungan dan belaian Abul Ash bin Rabi’ untuk membangun maligai rumah tangga bersamanya. Ketika itu, sesungguhnya Abul Ash belum memeluk Islam. Sementara itu, Allah belum mengharamkan pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki kafir.

Bahtera pun Mulai Berguncang

Waktu pun terus berlalu, cahaya Islam mulai merasuk di hati penduduk Mekkah.

Namun sungguh sayang, Abul ‘Ash bin Rabi’ masih enggan menerima hidayah Islam yang telah dipeluk istri tercintanya itu. Ia masih belum bisa meninggalkan agama nenek moyangnya yang telah mengakar kuat di hatinya walaupun di sisi hatinya yang lain, ia masih sangat mencintai Zainab dengan kecintaan yang murni.

Zainab, dengan segala keinginan yang kuat, berupaya merayu suaminya agar menerima hidayah Islam. Ia berupaya sebaik mungkin menerangkan agama yang dibawa ayahnya kepada suaminya itu dengan tenang dan penuh pengharapan. Dipilihnya kata-kata yang halus dan wajah yang lembut untuk menarik hati Abul Ash. Ia juga berusaha sekuat mungkin memilih untaian lisan yang indah dan tutur kata yang santun untuk meluluhkan hati sang suami tercinta.

Namun, tidaklah ada yang bisa membalik hati manusia selain pencipta manusia itu sendiri, yaitu Allah. Zainab sangat bersedih karena laki-laki yang dicintainya itu sama sekali tidak terketuk hatinya. Abul Ash hanya diam, dan tidak menanggapi seruan istrinya dengan jawaban yang memuaskan. Seolah-olah, suara hati sang istri tidaklah demikian penting dan berarti dalam hidupnya.
Ketika permusuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin dengan orang-orang kafir Quraisy semakin memuncak, orang-orang kafir tersebut mendorong para laki-laki yang mempunyai istri mukminah agar menceraikannya. Benarlah, dua belahan hati Nabi kita yang mulia, Ruqayyah dan Ummu Kultsum telah dicerai suaminya, lalu diantarkan ke rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa bahagianya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima kembali kedua putrinya. Justru kekhawatiranlah yang melanda bila keduanya masih hidup bersama laki-laki musyrik.

Kaum kafir Quraisy sebenarnya juga mendorong Abul ‘Ash agar mencerai Zainab. Salah satu di antara mereka mengatakan, “Hai Abul ‘Ash! Cerailah istrimu! Kembalikan dia ke rumah bapaknya! Kami sanggup dan bersedia mengawinkanmu dengan siapa saja yang engkau sukai dari segudang wanita Quraisy yang cantik-cantik!”

Akan tetapi, ternyata cintanya terlanjur begitu dalam kepada Zainab. Baginya, tidak ada wanita Arab yang mampu menandingi kekasih tercintanya tersebut. Oleh karena itu, Abul ‘Ash menjawab seruan orang kafir tadi, “Tidak! Aku tidak akan mencerainya. Aku tidak akan menggantinya dengan wanita manapun di seluruh dunia ini.”

Pada dasarnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin seandainya Abul ‘Ash mencerai Zainab. Namun, apa kuasa beliau? Saat itu, Allah belum mengharamkan perkawinan wanita mukminah dengan pria musyrik. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berhak memaksa Abul ‘Ash untuk mencerai istrinya.

Ketika terjadi perang Badr, Abul ‘Ash ikut berada dalam barisan kaum musyrikin. Apa boleh buat, sekiranya ia tidak berkenan memerangi mertuanya, ia tinggal bersama musyrikin tersebut di Makkah. Itulah yang memaksanya ikut dalam barisan musuh-musuh Allah.

Maka, perang pun terjadi dengan membawa hasil berupa kekalahan telak, kehinaan, dan rasa malu yang menimpa kaum kafir Quraisy. Di antara mereka, ada yang tewas terbunuh di tangan kaum muslimin. Ada yang tertawan dan ada pula yang berhasil meloloskan diri. Adapun Abul ‘Ash, ia termasuk kelompok yang tertawan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan uang tebusan yang harus dibayar bagi setiap tawanan yang ingin bebas. Tebusan yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tetapkan, sebesar kedudukan dan kekayaan tawanan tersebut di kaumnya, antara seribu hingga empat ribu dirham. Maka, berdatanganlah para utusan dari Makkah dengan membawa uang untuk menebus karib kerabat mereka yang tertawan.

Rasulullah pun Turut Bersedih

Zainab, belahan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang begitu dalam cintanya kepada suaminya turut pula mengirim utusan untuk menebus Abul ‘Ash bin Rabi’. Di antara uang tebusan itu, terdapat sebuah kalung Zainab yang merupakan pemberian ibundanya, Khadijah binti Khuwailid, sebagai hadiah di hari pernikahan Zainab dengan Abul ‘Ash.

Ketika Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kalung tersebut, tersentuhlah hati beliau. Wajah beliau berubah menjadi sedih dengan kesedihan yang mendalam. Bagaimana tidak? Kalung yang beliau lihat dulunya adalah milik istri pertamanya yang selalu mendampingi beliau dalam keadaan susah dan senang. Wanita mana yang mampu menandingi kesetiaan Khadijah di kala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dicaci-maki orang-orang kafir. Khadijahlah yang menyelimuti nabi dan menenangkan beliau ketika turun wahyu pertama kali. Dari wanita mulia inilah Nabi memperoleh anak. Maka, wajarlah jikalau muncul perasaan rindu di hati beliau.

Di sisi lain, kalung yang beliau lihat adalah kepunyaan putri yang sangat beliau sayangi. Maka, hati mana yang tidak tersentuh, apalagi dari seorang ayah kepada putri yang terpisah darinya? Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para shahabatnya,

«إِنْ رَأَيْتُمْ أَنْ تُطْلِقُوا لَهَا أَسِيرَهَا وَتَرُدُّوا عَلَيْهَا الَّذِي لَهَا»

“(Harta ini dikirimkan Zainab untuk menebus suaminya, Abul ‘Ash). Sekiranya tuan-tuan setuju, saya harap tuan-tuan bebaskan tawanan itu tanpa uang tebusan. Uang dan harta Zainab kirimkan kembali padanya.” (HR. Al-Hakim no. 4306, hadits shahih menurut syarat imam Muslim)

Para shahabat Nabi yang mulia serta merta menyahut seruan beliau dengan berkata, “Baik ya Rasulullah! Kami setuju.”

Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun akhirnya membebaskan Abul ‘Ash ibn Rabi’ dengan memberi syarat agar ia segera mengantarkan Zainab kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setibanya di Makkah.

Benar, setibanya di Makkah, Abul ‘Ash segera memenuhi janji ayah kekasih tercintanya itu. Ia memerintah Zainab agar segera mempersiapkan diri untuk pergi ke Madinah. Abul ‘Ash pun turut menyiapkan perbekalan dan kendaraan untuk kepergian istrinya tersebut. Ia lalu menyuruh adiknya, Amru ibn Rabi’[1], untuk mengantar Zainab dan menyerahkannya pada utusan Rasulullah yang sudah menunggu tidak jauh di luar kota Makkah.

Amru ibn Rabi’ menyambut perintah kakaknya itu. Serta merta ia menyandang busur dan membawa sekantong anak panah, lalu dinaikkannya Zainab ke Haudaj. Mereka pergi ke luar Makkah di tengah hari, di depan muka kaum Quraisy. Melihat hal itu, orang-orang Quraisy marah, dan berupaya menyusul keduanya, lalu mengancam dan menakut-nakuti Zainab. Mereka mendapati Amr dan Zainab di Dzi Thuwa. Salah satu dari mereka yang pertama kali mampu menyusul keduanya adalah Habbar bin Aswad bin Muthallib bin Asad bin Abdul ‘Uzza bin Qushayyi dan Nafi’ bin Abdul Qais Az-Zuhri (ada yang mengatakan Nafi’ bin Abdi ‘Amr).

Habbar yang datang dengan menghunus pedang sangat menggetarkan perasaan Zainab yang berada di sekedupnya. Saat itu, ia sedang hamil. Gangguan dan ancaman Habbar membuatnya jatuh terpelanting dari sekedupnya yang mengakibatkan kandungannya gugur. Ini merupakan musibah berat yang dihadapi Zainab karena gangguan mereka membuat beliau sering sakit-sakitan yang akhirnya menjadi sebab kematian beliau. Oleh karena itu, sang ayah, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada para shahabatnya,

إِنْ لَقِيْتُمْ هَبَّارَ بنَ الأَسْوَدِ، وَنَافِعَ بنَ عَبْدِ عَمْرٍو، فَأَحْرِقُوْهُمَا

“Jika kamu sekalian bertemu Habbar bin Aswad dan Nafi’ bin Amr, bakarlah keduanya!

وَكَانَا نَخَسَا بِزَيْنَبَ بِنْتِ رَسُوْلِ اللهِ حِيْنَ خَرَجَتْ، فَلَمْ تَزَلْ ضَبِنَةً حَتَّى مَاتَتْ

Karena keduanya telah menyakiti Zainab, putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ia keluar ke Madinah hingga akhirnya ia terus sakit-sakitan sampai meninggal dunia.” (HR. Muhammad bin Utsman bin Syaibah dalam At-Tarikh, Ibnu Ishaq dalam As-Sirah dan Ibnu Hisyam dalam As-Sirah, dengan sanad yang kuat) (Siyaru A’lam An-Nubala’, II/247)

Akan tetapi, ‘Amr ibn Rabi’, dengan panah yang telah ia siapkan, berkata keras kepada orang-orang Quraisy tersebut, “Siapa mendekat, aku panah batang lehernya!”

Suasana menjadi tegang. Perkataan ‘Amr bukanlah main-main karena suku Quraisy telah mengenalnya sebagai pemanah ulung yang tidak pernah meleset bidikannya. Di tengah-tengah suasana seperti itu, berkatalah Abu Sufyan ibn Harb, “Wahai anak saudaraku, letakkan panahmu! Kami akan bicara denganmu.”

‘Amr pun meletakkan panahnya.

Abu Sufyan berkata lagi, “Perbuatanmu ini tidak betul hai ‘Amr. Engkau membawa Zainab keluar dengan terang-terangan di hadapan orang banyak dan di depan mata kami. Orang ‘Arab seluruhnya tahu akan kekalahan mereka di Badr dan musibah yang ditimpakan bapak Zainab kepada kami. Bila engkau membawa Zainab ke luar secara terang-terangan begini, berarti engkau menghina seluruh kabilah ini sebagai penakut, lemah, dan tidak berdaya. Alangkah hinanya itu!!!

Oleh karena itu, bawalah Zainab kembali kepada suaminya untuk beberapa hari. Setelah penduduk tahu kami telah berhasil mencegah kepergiannya, engkau boleh membawanya diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Jangan di siang bolong seperti ini! Engkau boleh mengantarkannya kepada bapaknya. Kami tidak mempunyai kepentingan apa-apa untuk menahannya.”

‘Amr menyetujui saran Abu Sufyan. Dia mengantar Zainab kembali ke rumahnya di Makkah. Selang beberapa hari kemudian, di tengah malam, ‘Amr membawa Zainab ke luar kota dengan sembunyi-sembunyi lalu meyerahkannya kepada utusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari tangan ke tangan, sebagaimana pesan Abul ‘Ash.

Dalam Majma’ Zawaid disebutkan bahwa tatkala warga Makkah sudah tenang dan tidak lagi membicarakan perihal Zainab, Amr keluar bersama Zainab di waktu malam, lalu menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah dan temannya.

Akhirnya, Abul Ash pun berpisah dengan istrinya. Dalam masa perpisahan ini, tiada satupun yang sangat Zainab harapkan selain hidayah Islam merasuk kepada kekasih yang sangat ia cintai itu. Zainab senantiasa memohon kepada Allah agar Abul Ash segera memeluk agama Islam. Perpisahan ini demikian lama, berlangsung beberapa tahun hingga menjelang Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah).

Awal Mula Pertemuan setelah Perpisahan yang Lama

Abul Ash adalah seorang pedagang dan biasa berdagang ke negeri Syam. Kegiatan perdagangan inilah yang dilakukannya setelah ia berpisah dengan wanita yang sangat dicintainya itu. Suatu ketika, menjelang terjadinya Fathu Makkah, dalam perjalanan pulang Abul Ash dari Syam ke Makkah, kafilahnya dicegat pasukan patroli Rasulullah. Ketika itu, Abul Ash membawa seratus onta yang penuh dengan muatan dan seratus tujuh puluh personil yang menggiring unta-unta tersebut.

Namun, Abul Ash masih beruntung karena ia berhasil lolos dari sergapan patroli Madinah. Kemudian, dengan sembunyi-sembunyi ia menyusup ke kota Madinah di kala hari telah gelap. Ia berhasil mendapati rumah Zainab, lalu minta perlindungan kepadanya. Zainab pun memberi perlindungan kepada Abul Ash.

Setelah itu, ketika Nabi hendak menunaikan shalat shubuh dan beliau sudah sudah berdiri di mihrab, lalu takbir dan takbirnya diikuti para shahabat, Zainab berteriak dengan sekuat-kuatnya dari tempat khusus wanita,

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنِّي قَدْ أَجَرْتُ أَبَا الْعَاصِ بْنَ الرَّبِيعِ

“Hai manusia! (Saya Zainab binti Muhammad). Abul Ash minta perlindungan kepada saya. Oleh karena itu, saya melindunginya.“

Setelah Nabi usai melakasanakan shalat, Nabi berkata kepada para shahabatnya,

«أَيُّهَا النَّاسُ هَلْ سَمِعْتُمْ مَا سَمِعْتُ؟»

“Apakah tuan-tuan mendengar suara Zainab?“

Para shahabat menjawab, “Kami mendengarnya wahai utusan Allah“

Nabi berkata lagi,

«أَمَا وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ مَا عَلِمْتُ بِشَيْءٍ كَانَ حَتَّى سَمِعْتُ مِنْهُ مَا سَمِعْتُمْ، إِنَّهُ يُجِيرُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ أَدْنَاهُمْ»

“Demi Allah Yang jiwaku dalam genggaman-Nya. Saya tidak tahu apa-apa tentang hal ini, kecuali setelah mendengar teriakan Zainab.“

Kemudian, Nabi mendatangi rumah Zainab, kemudian berkata kepada putrinya tersebut,

«أَيْ بُنَيَّةُ، أَكْرِمِي مَثْوَاهُ، وَلَا يَخْلُصُ إِلَيْكِ فَإِنَّكَ لَا تَحَلِّينَ لَهُ»

“Hormatilah Abul ‘Ash! Akan tetapi, ketahuilah! Engkau tidak lagi halal baginya.“

Setelah itu, Nabi memanggil pasukan patroli Madinah yang telah menyergap kafilah dagang Abul Ash, lalu beliau berkata kepada mereka,

«إِنَّ هَذَا الرَّجُلَ مِنَّا حَيْثُ قَدْ عَلِمْتُمْ وَقَدْ أَصَبْتُمْ لَهُ مَالًا، فَإِنْ تُحْسِنُوا تَرُدُّوا عَلَيْهِ الَّذِي لَهُ، فَإِنَّا نُحِبُّ ذَلِكَ، وَإِنْ أَبَيْتُمْ ذَلِكَ فَهُوَ فَيْءُ اللَّهِ الَّذِي أَفَاءَهُ عَلَيْكُمْ فَأَنْتُمْ أَحَقُّ بِهِ»

“Sebagaimana kalian ketahui, orang ini (Abul Ash) adalah famili kami. Kalian telah merampas hartanya. Jika kalian ingin berbuat baik, kembalikanlah hartanya. Itulah yang kami sukai. Akan tetapi, jika kalian enggan mengembalikan, itu adalah hak kalian karena harta itu adalah rampasan perang diberikan Allah kepada kalian. Kalian berhak mengambilnya.“

Mendengar perkataan Nabi tersebut, para shahabat justru mengatakan,

يَا رَسُولَ اللَّهِ، بَلْ نَرُدَّهُ عَلَيْهِ

“Kami kembalikan wahai utusan Allah…”(HR. Al-Hakim no. 5038)

Mengetahui para shahabat nabi ingin mengembalikan hartanya, Abul Ash mendatangi mereka untuk mengambil hartanya tersebut. Ketika Abul Ash sampai di hadapan para shahabat Nabi, para shahabat berkata,

“Wahai Abul ‘Ash! Engkau adalah seorang bangsawan Quraisy. Engkau anak paman ingakan serahkan harta ini semuanya kepadanu. Engkau akan dapat menikmati harta penduduk Makkah yang Engkau bawa ini. Tinggallah bersama kami di Madinah“

Kalau kita lihat sepintas, tawaran para shahabat ini demikian menguntungkan Abul Ash. Namun, lihatlah betapa tinggi dan luhur pekerti serta kemormatan Abul Ash dalam sikap Abul Ash berikut ini:

Abul Ash menolak tawaran para shahabat seraya berkata,

“Usul kalian sangat jelek dan tidak pantas. Aku harus membayar hutang-hutangku segera“

Lalu, Abu ‘Ash membawa kembali harta bendanya menuju Makkah. Kemudian, begitu ia sampai di Makkah, ia segera membayarkan hutang-hutangnya kepada setiap yang berhak menerimanya. Setelah itu, ia bekata kepada penduduk Makkah,

يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ، هَلْ بَقِيَ لِأَحَدٍ مِنْكُمْ عِنْدِي مَالٌ لَمْ يَأْخُذْهُ؟

“Hai kaum Quraisy! Masih adakah yang belum menerima pembayaran dariku?“

Penduduk Makkah serta merta menjawab seruan itu,

لَا فَجَزَاكَ اللَّهَ خَيْرًا، فَقَدْ وَجَدْنَاكَ وَفِيًّا كَرِيمًا

“Tidak! Semoga Allah membalasmu dengan yang lebih baik. Kami telah menerima pembayaran darimu secukupnya.”

Abul ‘Ash lalu berkata,

فَإِنِّي أَشْهَدُ أَنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَمَا مَنَعَنِي مِنَ الْإِسْلَامِ عِنْدَهُ إِلَّا تَخَوُّفًا أَنْ تَظُنُّوا أَنِّي إِنَّمَا أَرَدْتُ أَخْذَ أَمْوَالِكُمْ، فَلَمَّا أَدَّاهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْكُمْ وَفَرَغْتُ مِنْهَا أَسْلَمْتُ

“Sekarang ketahuilah, aku telah aku telah membayar hak kamu masing-masing secukupnya. Maka, kini dengarkan! Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku untuk menyatakan Islam kepada Muhammad ketika aku berada di Madinah, kecuali kekhawatiranku kalau kalian menyangka, aku masuk Islam karena hendak memakan harta kalian. Kini, setelah Allah membayarnya kepada kamu sekalian dan tanggung jawabku telah selesai, aku menyatakan masuk Islam.” (HR. Al-Hakim no. 5038)

Setelah itu, Abul ‘Ash keluar dari Makkah untuk menemui Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah pun menerima dan menyambut kedatangannya, serta menyerahkan kembali istrinya, Zainab ke dalam naungannya.

Di antara kemuliaan Abul Ash adalah apa yang disabdakan Nabi Muhammad berikut ini,

“Dia berbicara kepadaku, aku mempercayainya. Dia berjanji kepadaku, dia memenuhi janjinya.”

Namun, kebahagiaan Abul ‘Ash dalam merasakan kesejukan sang istri tercinta setelah waktu perpisahan yang begitu panjang tidaklah berlangsung lama. Ia dapati lagi perpisahan berikutnya yang tidak mungkin lagi datang pertemuan berikutnya. Perpisahan itu ialah kepergian Zainab meninggalkan dunia ini, tepatnya pada tahun 8 hijriah.

Catatan:

1. Artikel bersumber dari tulisan ustadz Abu Muhammad Al-Ashri dalam situs alashree.wordpress.com dengan penambahan eks-teks Arab berupa sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam, perkataan Zainab, Abul ‘Ash, sahabat Anshar dan kaum musyrik Quraisy dari redaksi muslimahzone.com.

2. Zainab radhiyallahu ‘anha adalah putri sulung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha. Suaminya, Abul ‘Ash bin Rabi’ adalah keponakan dari Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha. Ibunya Abul ‘Ash bin Rabi’ adalah Halah binti Khuwailid, saudari perempuan dari Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha.

3. Dari pernikahan Zainab radhiyallahu ‘anha dengan Abul ‘Ash bin Rabi’ lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Ali dan seorang anak perempuan yang diberi nama Umamah. Ali bin Abul ‘Ash bin Rabi’ meninggal saat masih kanak-kanak. Adapun Umamah binti Abul ‘Ash bin Rabi’ adalah cucu yang sering digendong oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam saat mengimami di masjid nabawi. Umamah binti Abul ‘Ash bin Rabi’ dinikahi oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu setelah meninggalnya bibinya, Fathimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.

4. Zainab radhiyallahu ‘anha diantarkan ke Madinah pasca perang Badar tahun 2 H. Abul ‘Ash bin Rabi’ masuk Islam dan berhijrah ke Madinah pada bulan Muharram tahun 7 H. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam kemudian mengembalikan Zainab kepada Abul ‘Ash bin Rabi’ sesuai pernikahan pertama mereka, tanpa mengadakan akad nikah baru dan mahar baru. Jarak perpisahan tersebut adalah enam tahun.

Ulama tabi’in, Qatadah bin Da’amah As-Sadusi, berkata: “Kemudian diturunkan surat Bara-ah (At-Taubah) setelah itu. Setelah turunnya surat itu jika seorang wanita masuk Islam sementara suaminya belum masuk Islam, maka suaminya tidak bisa kembali kepada istrinya kecuali dengan lamaran baru (kemudian akad nikah baru dan mahar baru, pent). Keislaman wanita itu menjadi talak bain (talak tiga, pent).” (Ath-Thabaqat Al-Kubra, 8/27)

5. Menurut sebagian ulama hadits dan sejarah, seperti imam Al-Hakim, menyatakan bahwa saudara Abul ‘Ash bin Rabi’ yang mengantarkan Zainab bernama Amru bin Rabi’. Sementara itu sebagian ulama hadits dan sejarah, seperti Ibnu Sa’ad, menyatakan bahwa saudara Abul ‘Ash bin Rabi’ yang mengantarkan Zainab bernama Kinanah bin Rabi’.

6. Zainab radhiyallahu ‘anha wafat pada awal tahun 8 H. Dengan demikian rumah tangga Zainab dan Abul ‘Ash di Madinah berjalan kurang lebih selama satu tahun.

Referensi:

Adz-Dzahabi, Siyaru A’lam An-Nubala’, 2/246-250.

Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain, 3/262 no. 5037 dan 5038.

Ibnu Sa’ad, Ath-Thabaqat Al-Kubra, 8/25-29.

(zafaran/muslimahzone.com)

"semangat" quote :D

"Bermimpi adalah sugesti yang mengikat sebelum kita menjalani kenyataan, dimana kita harus berhati-hati dan berani mencapai impiannya"

LEBIH BAIK JADI ORG PNTING, TAPI LEBIH PENTING JADI ORANG BAIK

"Apabila Engkau dalam melakukan SHOLAT anggaplah di itu Engkau akan Mati Esok,dan apabila Engkau dalam melakukan sebuah PEKERJAAN anggaplah engkau akan hidup selamanya"

jangan minta hujan berkat bila takut pada awan gelap

WE ARE RIVALS, BUT NOT ENEMY
kita bersaing dlm hidup ini, tetapi kita bukan bermusuhan

buat harapan sebaik2nya, buat rencana seburuk2nya (dari film bourne trilogy)

lo ga kan pernah tau apa yang dia PUNYA sebelum semuanya ILANG

"Jangan katakan kita jalani hidup ini seperti air mengalir karena sesungguh nya hanya ikan mati-lah yang mengikutinya (air)

ketidak sempurnaan diri adalah wujud pelengkap dari kesempurnaan itu sendiri.



Anda hanya sebesar yang mungkin bagi Anda
Maka jangan katakan tidak mungkin bagi yang ingin Anda capai
Apapun yang Anda inginkan
MUNGKINKAN

Kisah Nyata di Amerika, Bukti Keutamaan Ayat Kursi

Ini kisah nyata dari Amerika (US) sekitar tahun 2006. Pengalaman nyata seorang muslimah asal Asia yang mengenakan jilbab.

Suatu hari wanita ini berjalan pulang dari bekerja dan agak kemalaman . Suasana jalan setapak sepi . Ia melewati jalan pintas.

Di ujung jalan pintas itu, dia melihat ada sosok pria Kaukasian. Ia menyangka pria itu seorang warga Amerika . Tapi perasaan wanita ini agak was-was karena sekilas raut pria itu agak mencurigakan seolah ingin mengganggunya.

Dia berusaha tetap tenang dan membaca kalimah Allah. Kemudian dia lanjutkan dengan terus membaca Ayat Kursi berulang-ulang seraya sungguh-sungguh memohon perlindungan Allah swt. Meski tidak mempercepat langkahnya, ketika ia melintas di depan pria berkulit putih itu, ia tetap berdoa. Sekilas ia melirik ke arah pria itu. Orang itu asik dengan rokoknya, dan seolah tidak mempedulikannya.

Keesokan harinya , wanita itu melihat berita kriminal, seorang wanita melintas di jalan yang sama dengan jalan yang ia lintasi semalam. Dan wanita itu melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya di lorong gelap itu. Karena begitu ketakutan, ia tidak melihat jelas pelaku yang katanya sudah berada di lorong itu ketika perempuan korban ini melintas jalan pintas tersebut.

Hati muslimah ini pun tergerak karena wanita tadi melintas jalan pintas itu hanya beberapa menit setelah ia melintas di sana. Dalam berita itu dikabarkan wanita itu tidak bisa mengidentifikasi pelaku dari kotak kaca, dari beberapa orang yang dicurigai polisi.

Muslimah ini pun memberanikan diri datang ke kantor polisi, dan memberitahukan bahwa rasanya ia bisa mengenali sosok pelaku pelecehan kepada wanita tersebut, karena ia menggunakan jalan yang sama sesaat sebelum wanita tadi melintas.

Melalui kamera rahasia, akhirnya muslimah ini pun bisa menunjuk salah seorang yang diduga sebagai pelaku. Iia yakin bahwa pelakunya adalah pria yang ada di lorong itu dan mengacuhkannya sambil terus merokok .

Melalui interogasi polisi akhirnya orang yang diyakini oleh muslimah tadi mengakui perbuatannyaa. Tergerak oleh rasa ingin tahu, muslimah ini menemui pelaku tadi dan didampingi oleh polisi.

Muslimah : “Apa Anda melihat saya? Saya juga melewati jalan itu beberapa menit sebelum wanita yang kauperkosa itu?  Mengapa Anda hanya menggangunya tapi tidak mengganggu saya? Mengapa Anda tidak berbuat apa-apa padahal waktu itu saya sendirian?”

Penjahat :  “Tentu saja saya melihatmu malam tadi. Anda berada di sana malam tadi beberapa menit sebelum wanita itu. Saya tidak berani mengganggu Anda.  Aku melihat ada dua orang besar di belakang Anda pada waktu itu. Satu di sisi kiri dan satu di sisi kanan Anda.”

Muslimah itu tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Hatinya penuh syukur dan terus mengucap syukur. Dengkulnya bergetar mendengar penjelasan pelaku kejahatan itu, ia langsung menyudahi interview itu dan minta diantar keluar dari ruang itu oleh polisi.

***

Semua surat dalam al-Qur’an adalah surat yang agung dan mulia. Demikian juga seluruh ayat yang dikandungnya. Namun, Allah Subhanahu wa ta’ala dengan kehendak dan kebijaksanaanNya menjadikan sebagian surat dan ayat lebih agung dari sebagian yang lain.

Syaikh Umar Sulaiman Al Asyqar berkata, ”Yang paling baik digunakan untuk melawan jin yang masuk ke dalam tubuh manusia adalah dzikrullah (dzikir kepada Allah) dan bacaan Al Qur`an. Dan yang paling besar dari itu ialah bacaan ayat kursi, karena sesungguhnya orang yang membacanya akan selalu dijaga oleh penjaga dari Allah, dan ia tidak akan didekati oleh setan sampai Subuh, sebagaimana telah shahih hadits tentang itu”. [Alamul Jin Wasy Syayathin, hlm. 180, karya Syaikh Umar Sulaiman Al Asyqar, Penerbit Darun Nafais].

Sumber cerita: Islampos/Sudahtahukahanda

(zafaran/muslimahzone.com

يتم التشغيل بواسطة Blogger.
< bba99f>